Kompos merupakan
hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos
yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan
memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki
nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di
atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut
terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses
perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan
teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses
pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara
konvensional.
Pengomposan pada
dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi
dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos
ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan
sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam‐macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday orang, mutu yang
diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera
si pembuat.
Perlu
diperhatikan dalam proses pengomposan ialah kelembaban timbunan bahan kompos.
Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup,
tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang. Aerasi timbunan. Aerasi
berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup
hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya.
Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang
dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena
menguap berupa NH3. Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60
0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang
dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencapai 60 0C. Pada
temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk
menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam‐asam organik, sehingga menyebabkan pH
turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
Netralisasi
kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur,
dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah
hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat. Kadang‐kadang untuk mempercepat dan meningkatkan
kualitas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P.
Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P
disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi
lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang
dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P
sukar tercuci dan tidak menguap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan.... di isi