DEFINISI PERILAKU
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu
berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai kejiwaan,
seperti pengetahuan, keinginan, minat, emosi, kehendak, berfikir, motivasi,
persepsi, sikap, reaksi dan sebagainya (Azwar S.,2005).
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, yang merupakan
refleksi kejiwaan untuk memberikan respon terhadap situasi di luar dirinya.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi
3 kelompok:
1. Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3
aspek:
a. Perilaku
pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku
peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan
di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang
yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
c. Perilaku
gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan
minuman tersebut.
2.
Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem
atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Perilaku ini sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior) yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar
negeri.
3. Perilaku
Kesehatan Lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2003). Becker
(1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang
perilaku kesehatan, yaitu :
a. Perilaku
hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku
sakit (illness behavior).
Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku
peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang
mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri
maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku
peran orang sakit (the sick role).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat atau individu, yaitu :
a. Faktor dasar (predisposing
factor), mencakup pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, norma sosial
dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu di dalam masyarakat yang
terwujud dalam motivasi;
b. Faktor pendukung (enabling
factor), mencakup sumber daya atau potensi masyarakat, terwujud dalam
tersedianya alat dan fasilitas serta peraturan;
c. Faktor pendorong (reinforcing
factor), mencakup sikap dan perilaku dari orang lain yang terwujud dalam
dukungan sosial. (Green, 2000)
PERILAKU KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA
Perilaku
kesehatan manuasia atau individu dipengaruhi oleh faktor dasar yaitu faktor
yang menjelaskan alasan atau motivasi seseorang untuk berperilaku, faktor
pendukung adalah faktor yang merupakan pendukung untuk berperilaku dan faktor
pendorong yaitu faktor lingkungan yang dominan dalam pembentukan perilaku.
Tenaga kerja yang berperilaku sehat akan menghidari risiko terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana
bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas
setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap
jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan
pekerjaan.
Dalam
pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu manusia, bahan, dan
metode yang digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien. Sebagai bagian
dari iImu Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu adanya
organisasi kerja, administrasi K3, pendidikan dan pelatihan, penerapan prosedur
dan peraturan di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja. Dalam Ilmu
Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu faktor terbesar
dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak bisa meninggalkan
faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang dalam melaksanakan dan
menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas
keberhasilan K3.
Menurut ILO, kecelakaan kerja 88% karena perilaku yang tidak aman,
10% karena kondisi/lingkungan yang tidak aman dan 2% karena keadaan yang tidak
dapat diprediksikan.
Menurut pandangan dan keyakinan tradisionil, kecelakaan kerja
terjadi karena nasib, sedang naas, sial, kurang beruntung dan lain-lain,
kecelakaan kerja tidak terjadi pada dirinya sehingga tidak perlu ada rencana
untuk mencegahnya, dan tidak setiap tindakan beresiko (unsafe act) akan menyebabkan kecelakaan kerja. Akibat dari
pandangan tersebut, mereka enggan dan malas berlatih untuk berperilaku selamat
(safe behavior), enggan membiasakan diri berperilaku selamat dan akhirnya
resiko kecelakaan menjadi meningkat.
Berbeda dengan pandangan dan keyakinan ilmu perilaku, bahwa
kecelakaan kerja adalah peristiwa yang rasional dan dapat dijelaskan, merupakan rangkaian peristiwa yang tidak
berdiri sendiri, sehingga
langkah atau tindakan
harus diambil agar
kecelakaan kerja dapat dicegah
dan peluangnya akan lebih
besar jika tindakan
korektif (latihan dan membiasakan diri)
tidak dilakukan.
Ada 3 faktor (safety triad) yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja, yaitu: faktor
kepribadian (person factor), faktor lingkungan atau
kondisi kerja (environment factor), dan faktor perilaku atau
tindakan (behavior factor).
Faktor kepribadian (personality) :
1.
Apakah orang
tersebut mengetahui bahaya
dari pekerjaan atau tindakannya?
2.
Apakah ia
mengetahui apa yang
seharusnya dilakukan?
3.
Mampukah ia
melakukannya?
4.
Bagaimanakah perasaannya
ketika melakukannya? (sulit, mudah, dengan
terpaksa dll)
Faktor ini tergantung kepada: tingkat pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, lingkungan sosial hidupnya, dan lain-lain. Hal ini sulit diungkap
secara keseluruhan karena terletak di dalam diri seseorang.
Faktor lingkungan atau kondisi kerja :
Contoh dari faktor
ini adalah adanya
tumpahan minyak, air,
atau cairan kimia
di lantai kerja,
APD , efektifitas
dari alat pelindung
mesin dan sebagainya. Kondisi lingkungan
atau kondisi kerja merupakan
faktor yang mudah
diketahui, oleh karena
itu orang lebih sering dan senang untuk
menyalahkan kondisi yang
tidak aman.
Faktor perilaku (tindakan) :
Faktor ini menekankan
kepada apa yang
sesungguhnya telah dilakukan dan bukan kepada
apa yang diinginkan
untuk dilakukan.
Contoh: memakai helm, menerobos lampu merah, dll
Dari ketiga faktor di atas,
ternyata penyebab kecelakaan kerja didominasi oleh faktor perilaku/tindakan
(behavior factor), misalnya : dari data I.L.O (1989) mengungkapkan
dari 75.000 kasus
kecelakaan 88% disebabkan
tindakan tidak aman, 10%
oleh kondisi tidak
aman dan 2% kejadian yang tak dapat diprediksi,
Strasser (1981:83) membuktikan bahwa ” unsafe behavior
is contributing cause
of 85 %
of all accident”, penelitian Hidayat
(1999:3) di jalan tol dari tahun 1992 sampai tahun 1996 menyimpulkan
bahwa dari 2101
kasus kecelakaan yang
terjadi di jalan tol 64,8 % adalah faktor
pengemudi.
Dari beberapa hal yang diungkapkan diatas, maka perilaku K3 harus
terus dilatih agar menjadi suatu kebiasaan (safe
behavior). Proses latihan perilaku K3 dapat dilakukan melalui tahapan:
1.
Observation (pengamatan)
2.
Feedback (umpan balik)
3.
Reinforcement (penguatan)
4.
Behavior change (perubahan
perilaku)
Observation (Pengamatan)
Observation, menga-mati dan
memonitor perilaku pekerja dan
mengidentifikasikan
(mengenali) manakah perilaku
selamat dan manakah
perilaku tidak selamat.
Feedback (Umpan Balik)
Feedback, memberikan
umpan balik. Katakan
kepada pekerja anda
apakah ia melakukan
tindakan selamat atau
tidak selamat. Umpan balik yang tepat merupakan pemicu kepada pekerja
untuk meneruskan atau
merubah perilakunya
Reinforcement (penguatan)
Reinforcement (penguatan),
pemberian suatu penguatan yang positif
sesudah pekerja anda
melakukan tindakan selamat
dapat mendorong pekerja
tersebut melakukan lagi
tindakan tersebut.
Contohnya :
"Saya lihat
anda memakai kacamata
pelindung dengan baik
hari ini. Itu
merupakan perilaku yang
selamat. Saya senang
melihat hal itu".
Behavior Change (Perubahan Perilaku)
Behavior change
(perubahan perilaku), perubahan
ini terjadi hanya
bila selalu dilakukan
penguatan ke arah
"safe behavior", ini
merupakan tujuan dari
ketiga proses sebelumnya.
PENDEKATAN PERSUASIF DALAM PERILAKU K3
Melihat prioritas utama dalam menangani
kecelakaan kerja adalah manusia, maka usaha yang paling tepat dilakukan adalah
bagaimana membuat manusia berdisiplin dan sadar akan bahaya kecelakaan.
Untuk
mengetahui perilaku manusia dalam bekerja maka perlu dilakukan analisa
psikologi. Analisa yang dilakukan dengan melihat pekerja dalam bekerja dari
segi pikiran, perasaan dan tidakan yang merupakan pembentuk perilaku.
Pembangkitan sisi pikiran pekerja
Faktor pikiran berisi tentang keyakinan seseoarang
mengenai apa yang berlaku. Sekali kepercayaan telah terbentuk, maka keyakinan
tersebut akan menjadi dasar pertimbangan seseorang mengenai perbuatan yang akan
dilakukan. Keyakinan sendiri terbentuk dari informasi yang didapat seseorang.
Bisa saja pekerja berperilaku tidak aman karena tidak mengerti bagaimana cara
berperilaku aman. Oleh karena itu dalam komponen ini direncanakan program untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja tentang keselamatan kerja, yaitu dengan
pelatihan singkat, simulasi, dan workshop sesuai analisa kebutuhan pelatihan.
Pembangkitan sisi perasaan pekerja
Usaha selanjutnya dalam pendekatan persuasi
dalam peningkatan keselamatan kerja adalah berusaha mengubah reaksi emosional
pekerja. Faktor yang paling berperan disini adalah pembangkitan sisi perasaan
dari pekerja untuk berperilaku disiplin dalam bekerja.
Pada dasarnya pekerja tahu cara berperilaku
yang aman, namun karena berbagai hal seperti menghemat waktu, menghemat usaha,
merasa lebih nyaman, dan menarik perhatian membuat pekerja menomorduakan
keselamatan. Untuk mengubah pemahaman pekerja ini diperlukan program-program
antara lain :
a.
Kampanye dan Sosialisasi Keselamatan Kerja
b.
Publikasi Data Kecelakaan Kerja
Pembangkitan Sisi Tindakan
Yaitu perilaku atau kebiasaan yang ada dalam
diri seseorang berkaitan dengan objek lain yang ada disekitar lingkungannya.
Ketika lingkungan sekitarnya tidak nyaman atau mendorong kearah negatif
(negatif reonforcement) maka kecenderungan perilaku manusia tersebut juga ke
arah negatif. Jadi untuk mempengaruhi perilaku seseorang juga harus merubah
lingkungan fisiknya.
Perilaku tidak aman juga sering dipicu oleh
adanya pengawas atau manajemen yang tidak peduli dengan keselamatan kerja.
Pihak manajemen ini secara tidak langsung memotivasi para pekerja untuk
mengambil jalan pintas, mengabaikan bahwa perilakunya berbahaya demi
kepentingan tercapainya target produksi.
Perilaku tidak aman juga bisa dipicu oleh
tidak tersedianya Alat Pelindung Diri di
lokasi kerja. Karena tuntutan deadline pekerjaan, sehingga tanpa alat pelindung
diri pekerja terpaksa melakukan pekerjaan yang berpotensi bahaya. Jika hal ini
dibiarkan maka akan menjadi kebiasaan dalam bekerja.
Memberikan Reward terhadap pekerja yang selalu berperilaku aman dan sebaliknya
Punishment di berikan kepada pekerja
yang berperilaku tidak aman.