Herbal telah digunakan untuk pengobatan sejak awal keberadaan manusia. Bahkan, sampai dengan 150 tahun yang lalu kita belum mengenal obat sintetis. Sejak ahli kimia Wilhelm Hofmann dan mahasiswanya William Perkin berhasil mensintesis kina di laboratorim mereka di tahun 1840-an, ribuan obat sintetis telah dihasilkan. Transisi dari herbal ke obat sintetis dipercepat oleh dua perang dunia yang menganggu perdagangan internasional tumbuhan. Selain itu, insentif berupa hak paten– yang memberikan monopoli kepada pabrik farmasi sampai batas daluwarsanya–membuat produksi obat sintetis lebih menarik. (Anda tidak bisa mematenkan obat yang berasal dari alam). Periode dari 1945 sampai 1975 adalah masa keemasan perkembangan teknologi obat. Upaya intensif yang dilakukan untuk memproduksi obat-obatan sintetis baru telah menggeser penggunaan sebagian besar produk alami. Kini hanya sekitar 25% obat yang masih menggunakan bahan-bahan aktif dari tanaman (misalnya morfin, atropin, dan beberapa agen kemoterapi).
Namun, dalam beberapa tahun terakhir fenomena sebaliknya terjadi: semakin banyak orang yang beralih kembali ke herbal. Herbal juga semakin banyak yang dijual dalam kemasan modern seperti kapsul atau tablet yang memiliki takaran tertentu. Sebagai contoh, kian banyak orang yang mengambil kapsul estrak bawang putih sebagai pengganti captopril untuk menurunkan tekanan darah atau kapsul ekstrak sidaguri sebagai pengganti allopurinol untuk menurunkan asam urat. Tren kembalinya masyarakat ke herbal ini terutama disebabkan oleh keyakinan bahwa herbal lebih aman dan bahwa obat tidak menjadi pengganti yang memuaskan untuk semua praktik perawatan kesehatan yang telah diandalkan selama berabad-abad.
Sebagian orang ingin mendapatkan yang terbaik dari keduanya. Mereka mengonsumsi obat sintetis yang dikombinasi dengan herbal. Ini adalah praktik yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan interaksi herbal dan obat.
Interaksi herbal dan obat
Ketika herbal dan obat digunakan bersama-sama, mereka dapat berinteraksi dalam tubuh Anda, menyebabkan perubahan dalam cara kerja keduanya. Perubahan itu disebut interaksi herbal dan obat, yang dapat bermanfaat atau berbahaya bagi Anda, tergantung mekanismenya. Beberapa contoh interaksi yang mungkin terjadi adalah:
- Meningkatkan efek samping obat, mungkin menyebabkan keracunan
- Mengurangi efek terapi obat, mungkin menyebabkan kegagalan pengobatan. Interaksi juga dapat menyebabkan resistensi obat, sehingga membatasi pilihan pengobatan di masa depan.
- Meningkatkan efek terapi obat, mungkin menyebabkan overdosis.
- Memodifikasi kerja obat, mungkin menyebabkan komplikasi yang tak terduga.
Bagaimana interaksi terjadi?
Mekanisme interaksi herbal dan obat dapat dibagi menjadi beberapa kategori umum: interaksi farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat) dan interaksi farmakodinamik (efek farmakologi gabungan dari obat).
a. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik melibatkan perubahan dalam cara herbal dan obat beredar melalui tubuh Anda dan dapat mengubah jumlah atau kadar obat dalam tubuh Anda. Jika interaksi meningkatkan kadar obat, Anda mungkin mengalami efek samping dan/ atau keracunan. Jika interaksi menurunkan kadar obat, Anda kurang mendapatkan efeknya, mungkin menyebabkan kegagalan pengobatan dan/ atau resistensi obat. Ada beberapa tempat dalam tubuh Anda di mana interaksi tersebut dapat terjadi:
- Perut (saluran pencernaan). Ketika herbal dan obat diambil secara oral, mereka diserap ke dalam aliran darah melalui lambung. Herbal dapat memengaruhi penyerapan obat dan menyebabkan perubahan jumlah obat yang masuk ke aliran darah. Sebagai contoh, beberapa herbal dapat mengubah lingkungan fisik perut, seperti tingkat pH, sementara yang lain mungkin mengikat obat, menyebabkan obat tetap berada di perut, bukannya memasuki aliran darah. Beberapa herbal bisa mempercepat proses pencernaan, mengurangi masa kehadiran obat untuk diserap oleh lambung.
- Hati. Setelah memasuki aliran darah, obat harus dimetabolisme oleh hati agar menjadi aktif atau dihapus dari aliran darah. Hati berperan penting dalam mengontrol tingkat dan efektivitas obat dalam tubuh Anda. Herbal dapat mengubah metabolisme hati dengan merangsang atau menghambat enzim hati.
- Ginjal. Beberapa obat dikeluarkan dari aliran darah melalui ginjal. Pengaruh herbal terhadap fungsi ginjal dapat mengubah kadar obat dalam darah. Jika herbal mengurangi fungsi ginjal, kadar obat dalam darah dapat meningkat. Jika herbal meningkatkan fungsi ginjal, kadar obat dalam darah dapat menurun.
b. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik mengacu pada tindakan gabungan herbal dan obat . Ketika diambil pada saat yang sama, herbal dan obat dapat bekerja bersama-sama (sinergis) atau berlawanan (antagonistis). Misalnya, secara terpisah mereka memiliki efek samping yang sama, sehingga ketika diambil bersama-sama menyebabkan efek samping meningkat. Banyak interaksi herbal dan obat termasuk dalam kategori ini. Interaksi farmakodinamik sulit untuk diprediksi atau dicegah.
Tips untuk Anda
Untuk menghindari interaksi herbal dan obat yang merugikan, lakukanlah langkah-langkah berikut:
1. Ambil herbal dan obat secara terpisah
Mulailah satu produk pada satu waktu, dan jangan mengambi dosis melebihi yang direkomendasikan. Bila Anda ingin menggabungkan dosis herbal dengan dosis obat yang memiliki khasiat sama, minumlah herbal terlebih dahulu dan ambil jeda sekitar 1-2 jam sebelum mengonsumsi obat. Demikian pula bila Anda ingin menggunakan herbal untuk mengurangi efek samping obat, seperti jahe untuk mual, atau daun jambu untuk diare. Mengapa? Herbal cenderung memberikan efek lebih lambat dibandingkan obat sehingga perlu diambil terlebih dahulu. Secara umum, jangan mengambil herbal baru bersama-sama dengan obat baru. Pastikan Anda telah terbiasa dengan obat yang diambil sehingga memahami efek samping dan efek terapetiknya.
Berhati-hatilah saat mengambil herbal bersama dengan obat untuk pengobatan kondisi medis kronis seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi , diabetes, gagal jantung, reumatoid artritis, atau kanker. Beberapa tumbuhan dapat meningkatkan toksisitas atau menetralkan efektivitas obat yang digunakan untuk mengobati kondisi-kondisi medis tersebut. Contohnya, ekstrak ginkgo biloba dan bawang putih dapat menyebabkan perdarahan bila dikonsumsi bersamaan dengan aspirin, warfarin, dan asetaminofen. Jahe merupakan inhibitor sintetase tromboksan yang memperlama perdarahan. Bila Anda mengambil warfarin atau obat lainnya yang memengaruhi aktivitas trombosit, Anda tidak disarankan untuk mengambil ekstrak jahe. Herbal yang memiliki komponen karbohidrat hidrokoloidal seperti lidah buaya cenderung untuk mengikat obat lain sehingga mengurangi penyerapannya di usus, terutama bila dikonsumsi dalam bentuk utuh atau bubuk.
2. Jadilah pasien yang berpengetahuan
Pengetahuan adalah kunci untuk keamanan dan efektivitas pengobatan. Anda harus mengetahui herbal dan obat apa saja yang Anda ambil dan mengapa. Tanyakanlah kepada dokter, herbalis, atau apoteker mengenai manfaat yang diharapkan dan potensi efek samping setiap pengobatan. Hindari herbal yang memiliki “formula rahasia”.
Ketika Anda berkonsultasi dengan dokter, bawalah semua obat Anda, termasuk obat bebas, obat resep, suplemen dan herbal yang Anda konsumsi. Tanyakan apa saja yang boleh terus dikonsumsi dan bagaimana mengonsumsinya untuk mencegah interaksi yang merugikan. Bacalah literatur medis dan farmasi tentang perkembangan terakhir dalam penelitian herbal dan obat. Apapun caranya, semakin Anda berpengetahuan, semakin baik untuk Anda.
3. Berhati-hatilah memilih produk
Tidak semua produk herbal sama. Bahkan, karena tidak diawasi seketat obat, variasi antar produk herbal sangat besar, dari yang masuk kategori herbal tradisional atau “jamu”, herbal terstandarisasi sampai fitofarmaka. Pilihlah paling tidak produk herbal terstandarisasi yang sudah terdaftar BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Banyak produk herbal ilegal yang diketahui oleh BPOM mengandung bahan kimia obat. Bila Anda mengambil herbal ini bersamaan dengan obat yang memiliki bahan aktif yang sama, Anda dapat mengalami overdosis. Lebih buruk lagi, karena kandungan bahan kimia obat pada produk-produk herbal itu mungkin banyak atau sudah daluwarsa, Anda bahkan bisa mengalami keracunan obat.