Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan. Anak di imunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resistan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoadmodjo, 1997 : 37).
2. Tujuan Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse (Notoadmodjo, 1997 : 39).
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah sebagai berikut :
a. Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu.
b. Apa bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang yang dapat menimbulkan cacat dan kematian
(Dick. George, 1992 : 26).
3. Jenis-Jenis ImunisasiTujuan dari pemberian imunisasi adalah sebagai berikut :
a. Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu.
b. Apa bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang yang dapat menimbulkan cacat dan kematian
(Dick. George, 1992 : 26).
Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi :
a. Imunisasi pasif (passive immunization)
a. Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).
b. Imunisasi aktif (active immunization)
- Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
- BCG, untuk mencegah penyakit TBC
- DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus
- Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis
- Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)
- Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B
(Notoatmodjo. 1997 : 39)
4. Penyakit yang Dapat di Cegah Dengan Imunisasia. TBC
Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG adalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Nama ini diambil dari nama penemu kuman yaitu Calmotto dan Guenin yang digunakan tersebut sejak tahun 1920 dibiakkan sampai 230 kali selama 13 tahun
Di Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resiko kontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswa kedokteran, dan perawat. Uji tuberculin adalah suatu tes (uji) untuk mengetahui apakah seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum.
Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resiko tinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan pada semua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan. Penyuntikan biasanya dilakukan dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah :
Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan, dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).
Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter.
Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG adalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Nama ini diambil dari nama penemu kuman yaitu Calmotto dan Guenin yang digunakan tersebut sejak tahun 1920 dibiakkan sampai 230 kali selama 13 tahun
Di Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resiko kontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswa kedokteran, dan perawat. Uji tuberculin adalah suatu tes (uji) untuk mengetahui apakah seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum.
Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resiko tinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan pada semua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan. Penyuntikan biasanya dilakukan dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah :
Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan, dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).
Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter.
b. Difteri, Pertusis dan Tetanus
Penderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai maka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut di atas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapat dilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun). Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).
Penderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai maka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut di atas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapat dilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun). Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).
c. Poliomyelitis
Penderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatan sehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.
Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sabin sebanyak 2 tetes di mulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudian diulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelah imunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabila ada resiko kontak dengan virus ganas.
Penderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatan sehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.
Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sabin sebanyak 2 tetes di mulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudian diulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelah imunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabila ada resiko kontak dengan virus ganas.
d. Hepatitis B
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasma darah penderita hepatitis B. Adapula vaksin yang dibuat secara sintetis. Vaksin ini dibuat dari sel ragi, misalnya H-B Vak II yang dikembangkan oleh MSD (Merck Sharp dan Dohme). Adapun cara pemakaiannya (vaksin dari Koerean Green Cross) sebagai berikut :
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasma darah penderita hepatitis B. Adapula vaksin yang dibuat secara sintetis. Vaksin ini dibuat dari sel ragi, misalnya H-B Vak II yang dikembangkan oleh MSD (Merck Sharp dan Dohme). Adapun cara pemakaiannya (vaksin dari Koerean Green Cross) sebagai berikut :
1. Imunisasi dasar dilakukan tiga kali. Dua kali pertama untuk merangsang tubuh menghasilkan zat anti dan yang ketiga untuk meningkatkan jumlah zat anti yang sudah ada
2. Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 11 bulan) dengan satu kali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi. Setelah itu, imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberian suntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1 bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan, tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2. Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 11 bulan) dengan satu kali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi. Setelah itu, imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberian suntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1 bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan, tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.
e. Campak
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukan ketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi MMR (Sudarmanto, 1997 : 22).
5. Jadwal Pemberian ImunisasiPencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukan ketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi MMR (Sudarmanto, 1997 : 22).
JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI
Jenis Vaksin | Jumlah Vaksinasi | Selang Waktu Pemberian | Sasaran |
---|---|---|---|
BCG | 1 kali | - | Bayi 0 – 11 bulan |
DPT | 3 kali (DPT 1,2,3) | 4 minggu | Bayi 2 – 11 bulan |
Polio | 4 kali (Polio 1,2,3,4) | 4 minggu | Bayi 2 – 11 bulan |
Hepatitis B | 3 kali (Hepatitis 1,2,3) | 4 minggu | Bayi 0 – 6 bulan |
Campak | 1 kali | - | Bayi 9 – 11 bulan |
a. BCG
Pembengkakan kelenjar regional menjadi pecah; ulkus, luka dibiarkan (tidak perlu diinsisi ataupun kompres).
b. DPTEfek samping dan penatalaksanaan imunisasi DPT adalah sebagai berikut:
1. Demam ringan berikan kompres dan anti piretik,
2. Rasa sakit di daerah suntikan (1-2) hari kapan perlu berikan analgetik,
3. Jarang demam tinggi atau kejang,
4. Penanganan kejang positif, berikan anti convulsan.
c. Polio1. Demam ringan berikan kompres dan anti piretik,
2. Rasa sakit di daerah suntikan (1-2) hari kapan perlu berikan analgetik,
3. Jarang demam tinggi atau kejang,
4. Penanganan kejang positif, berikan anti convulsan.
Efek samping imunisasi polio adalah sebagai berikut :
1. Sangat jarang; bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul,
2. Diare,
3. Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).
d. Hepatitis B1. Sangat jarang; bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul,
2. Diare,
3. Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).
Tidak ada efek sampingnya.
e. CampakEfek samping dan penatalaksanaan imunisasi campak adalah sebagai berikut :
1. Demam ringan berikan kompres dan obat antipiretik,
2. Nampak sedikit bercak merah pada pipi dan bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan tidak berbahaya lakukan observasi.
(Dick. George, 1992 : 37)
1. Demam ringan berikan kompres dan obat antipiretik,
2. Nampak sedikit bercak merah pada pipi dan bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan tidak berbahaya lakukan observasi.
(Dick. George, 1992 : 37)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan.... di isi